Tentang Hati

Mekar
Sore itu, bunga di pekaranganku mekar. Sejak berbulan-bulan yang lalu aku sabar. Kusirami setiap hari, kupupuki dengan daun-daun kering yang gugur di pekaranganku. Daripada daun-daun kering itu kubakar, membikin polusi, juga asapnya tidak baik untuk kesehatan. Lebih baik kuberikan pada tanaman bungaku, biar membusuk dengan tanah, biar jadi pupuk kompos, biar tanaman bungaku makin subur. Karena waktu itu aku takut, kulihat bungaku makin layu dan makin mengering. Seakan akan tidak mungkin lagi mekar. Namun, sore itu benar-benar ajaib, ia mekar dengan segarnya.

Dia, Memintaku Memetiknya
‘Dia’, memintaku memetiknya bersamaan dengan mekarnya bungaku. Dia memintaku memetiknya saat itu juga setelah kuceritakan bagaimana indahnya bunga yang kutanam di pekarangan rumah. Singkatnya, ia hanya ingin tahu bagaimana indah bunga itu. “Biar kupikirkan dahulu", kataku. Bungaku memang akan indah jika kupetik. Bisa kubawa kemana-mana, kutaruh di vas, atau kuberikan padanya. Tapi, bungaku akan layu, bukan? Indahnya akan jadi sesaat, sekejap mata saja. Lalu kukatakan padanya, “Bungaku tak siap dipetik sekarang”. Dia kecewa rupanya. Dia telah memintaku dengan sungguh-sungguh. Hanya memintaku memetik saja. Memberikannya padanya. Tidak akan ia rusak dan tidak akan ia buang. Yang akan dilakukannya hanyalah menjaganya.

Tentang Hati
Kukatakan padanya tentang hati. Bahwa hati manusia itu lemah. Ia bahkan lebih rapuh daripada kaca. Sekali pecah, ia akan remuk berkeping-keping. Bagaimana bisa mengembalikan kepingan-kepingannya. Mungkin bisa. Tapi tak sempurna. Sekali lagi, hati manusia itu lemah. Ia seringkali berlawanan dengan akal. Aku takut, terhanyut menggunakan hati namun melupakan akal. Justru itu akan berbahaya bukan? Bagaimana jika bungaku kelak kau lupakan. Kau bahkan lelah untuk selalu memberikannya air dan menggantinya setiap hari. Mungkin saja ia akan cepat layu, tak segar seperti dulu lagi. Hingga akhirnya kau buang. Bagaimana jika seperti itu?

Dia, Sadar
Dia akhirnya sadar, ternyata hatinya juga lemah. Ia takut tak bisa menjaga bunga yang kupetikkan untuknya. Memang, bunga yang dipetik hanya akan layu pada akhirnya. Indahnya hanya sesaat, lalu sirna. Maka ia putuskan untuk menanam saja, kelak saat tiba waktunya. Yang perlu dilakukan hanyalah bersabar. Sembari memperkuat hati yang mungkin makin melemah. Kelak, kita akan tanam bunga berdua. Kita rawat setiap harinya hingga tumbuh segar dan mekar berbunga. Kelak, kita akan melihat mekar yang lebih indah dari mekarnya bunga sore ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Kita Mulai

Kelopak Bunga Terakhir

Salah Arah #1