Bingkai

Kudapati senja merekah di langit Jakarta. Juga sisa-sisa ingatan di pelupuk mata. Bekas isak tangis yang lupa kau seka.

Aku dan dirimu adalah manusia dalam keterasingan. Hanyut dan tenggelam dalam riuh, ingar bingar kota. Sementara di pundakmu adalah beban, juga mimpi dan harapan. Maka yang ada hanyalah kita yang saling menguatkan.

Aku dan dirimu adalah sepatah kata yang kau sebut rindu. Adalah setetes air mata yang kau sebut pilu. Adalah hasil ukiran yang kau sebut kenangan. Maka ku simpan setiap adegan tentangmu dalam sebuah bingkai di atas mejaku.

Kita saling menuliskan impian, sementara tangan kita saling menggenggam. Kita saling mengukir kenangan, sementara tangan kita merajut sebuah perpisahan. Kulihat sendu terkumpul di raut wajahmu. “Waktu begitu terburu-buru”, katamu. Sementara masih ada rindu yang saling kita sembunyikan.

Bingkai tentangmu. Biarlah usang. Biarlah menua senada masa. Biarlah lapuk bersama keroposnya kayu mejaku. Lebur bersama tanah lantaiku. Maka butirannya kugenggam dalam erat telapak tanganku. Kusimpan dalam kantong bajuku. Barangkali bisa dijadikan pupuk buatku. Biar mekar bunga di pekaranganku.

Tentangku, tentangmu. Biarlah abadi dalam waktu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Kita Mulai

Kelopak Bunga Terakhir

Salah Arah #1