Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2021

Surya Kencana

Kuceritakan padamu tentang Surya Kencana. Suatu tempat yang sangat indah. Tempat di mana edelweis tumbuh dengan suburnya. Air mengalir dengan jernihnya. Kabut tipis menyelimuti seluruh permukaannya. Ilalang tumbuh dengan indahnya. Teringat pernah rebah di antara ilalang. Lalu angin berhembus tipis membawa basah kabut. Sementara di atas, langit begitu cerahnya. Aku bersukur pada Rabb-ku telah menciptakannya. Telah menjadikannya sebagai temanku, sahabatku, juga rumah di hatiku.  Sementara ini aku bertanya-tanya, apakah keluhku telah sampai padanya. Apakah kesahku telah berhasil didengarnya. Dari kejauhan kukirimkan segala rindu pada Surya Kencana. Aku lelah ingin berdamai pada jarak, yang telah memisahkanku dengannya.  Sementara ini aku bertanya-tanya, akankah ia masih menerimaku seperti sediakala. Menungguku hingga surut air mata. Memintaku singgah lalu menyelimutiku dengan hangat sinarnya.  Jika masih diberikan kesempatan, aku ingin menemuinya. Kuharap, aku dapat menemuin...

Bullying, Tidaklah Sesepele Itu

Setiap kita memiliki masa lalu yang berbeda-beda. Ada yang memiliki masa lalu yang indah, ada pula yang memiliki masa lalu kelam. Kehidupan sekarang yang kita jalani pun tak pernah bisa dipisahkan dengan masa lalu kita. Jika masa lalumu tak seperti yang kau harapkan, setidaknya kamu masih bisa melangkahkan kaki ke depan. Meninggalkan jejak-jejak yang mungkin akan menjadi masa lalu yang kelak indah ke depan. Teringat ketika duduk di bangku sekolah, di masa itu. Hampir aku membenci semua temanku. Bagaimana tidak, aku tertekan. Setiap hari di sekolah, waktu terasa lama berjalan, ingin cepat-cepat pulang. Ketika ujian, teman-temanku mengancam jika aku tak memberikan jawaban. Kursi mejaku ditendang. Lembar jawabanku ditarik dari belakang. Ketika mengerjakan tugas, aku yang selalu bersusah payah sendirian. Bahkan, hampir aku dipukul oleh kepalan tangan seorang anak laki-laki yang paling menyeramkan di kelas. Entahlah, dia banyak dekat dengan teman-teman perempuan di kelas, khususnya pada mer...

Pluviophile

Sore hari di teras rumah. Kupandangi langit sembari melihat-lihat sekitar. Mendung, langit gelap tertutup awan. Jalanan sepi tak ada orang lalu lalang. Berharap ada seseorang yang dapat diajak berbincang, tetapi nyatanya hanya ada aku seorang. Baiklah, nampaknya hari ini semua orang sedang ada urusan.  Kulihat gerimis turun perlahan. Menyirami mawar yang baru kemarin kutanam. Mawar yang dibelikan oleh ayahku ketika kemarin jalan-jalan. Seketika kualihkan pandangan, melihat ke seberang jalan. Gerimis nampaknya belum membasahi seluruh jalan.  Entah mengapa, aku ingin hujan turun lebih banyak lagi, lebih deras dari ini. Menyirami semua tanaman di pekarangan, yang hampir-hampir kekeringan. Membasahi seluruh jalan, menyegarkan udara sekitar yang telah penuh akan debu seharian.  Tiba-tiba saja aku berada di bawah derasnya hujan. Berlarian dengan bebas tanpa alas kaki, tanpa takut kedinginan. Kubiarkan airnya menembus seluruh pakaianku. Dingin air mulai menyentuh seluruh permuk...

Marti #2

Hari semakin siang, matahari terasa semakin terik. Jalanan mulai dipadati kendaraan-kendaraan. Tentunya pemandangan jalan sudah tak seindah pagi tadi. Mar. Ingat ya, sudah janji pulang sebelum petang. Terlihat pesan tampil di layar ponselnya, pesan dari ibunya. Ia menghiraukan pesan itu. Toh hari masih siang, gumamnya dalam hati.  Mar sontak bangkit dari duduknya. Menyusuri jalanan, mencari-cari tempat lain yang menarik. Dilihatnya ada seorang penjual es krim di depan. Dihampirinya si penjual, ia lalu memesan es krim rasa cokelat. Dikeluarkannya uang lembaran sepuluh ribuan, lalu diserahkannya pada si penjual. Dilihatnya sekeliling, diamatinya keadaan sekitar, apakah ada bangku tempat duduk terdekat. Lalu dilihatnya di dekat situ ada bangku taman di samping pohon belimbing. Ia menuju kesana, duduk, lalu menikmati es krimnya.  Di tengah menikmati es krim, seekor kucing hitam datang menghampirinya. Tubuhnya kotor, bulunya rontok, matanya rusak sebelah. Sepertinya kucing itu kela...

Untuk Ma

Ma. Kulihat mata ibumu sembab. Tubuhnya lesu. Cahaya di matanya nampak redup. Badannya makin kurus. Senyummya tak selebar dahulu.  Ma. Hari ini, seperti keinginanmu waktu itu, datang ke rumahku. Lantas, kamu tak menepati janjimu, Ma. Bagaimana bisa kamu pergi tanpa pamit. Bagaimana bisa kamu pergi tanpa salam. Bagaimana bisa kamu pergi terlalu jauh. Bagaimana bisa kamu pergi terlalu cepat.  Ma. Bagaimana jika aku rindu? Bolehkah kutitipkan rinduku pada angin malam? Sampaikah ia padamu? Lalu bagaimana dengan doa-doa yang kurapalkan? Apakah telah sampai padamu?  Ma. Semoga rapalan doaku mewujud cahaya-cahaya yang menerangimu di bawah sana, membuatmu makin bahagia. Ma. Nyatanya waktu tak bisa menyembuhkan luka. Maka kubiarkan seperti ini saja. Biarlah luka ini yang akan terus mengingatkanku pada kenangan-kenangan lalu.  Ma. Bagaimana dengan mimpi-mimpi yang akan kita wujudkan? Haruskah aku mewujudkannya seorang diri?  Ma. Akankah aku bisa melangkah kaki ke depan se...

Anak-Anak Kaki Merapi

Menjelang sore di ufuk barat, nampak segerombolan anak-anak remaja dengan kopyah melangkahkan kakinya pelan, sambil membawa ransel di belakangnya. Langkah mereka terhenti pada sebuah rumah kayu dengan dua lantai. Perlahan mereka mengucap salam, lalu mengetukkan pintu. Kemudian masuk setelah dipersilakan oleh seorang kakek dengan baju putih di dalam rumah itu. Mereka lantas masuk dengan menaiki tangga menuju lantai dua. Di lantai dua rumah itu, para remaja membentuk barisan melingkar. Sambil mendengarkan Si Kakek berbicara. Beberapa waktu kemudian, anak-anak duduk berbaris satu-satu di hadapan Si Kakek. Satu persatu mereka membaca Quran, dengan disimak oleh Si Kakek. "Baleni malih Le, makhroje salah (Ulangi lagi Nak, makhrajnya salah)", kata Si Kakek. Lalu Si Anak mengulangi bacaannya sampai benar sesuai yang diminta oleh Si Kakek.  Belum selesai semua anak menyetorkan bacaannya pada Si Kakek, terdengar suara riuh di luar. Orang-orang keluar rumah. Nampak raut muka panik setia...

Bingkai

Kudapati senja merekah di langit Jakarta. Juga sisa-sisa ingatan di pelupuk mata. Bekas isak tangis yang lupa kau seka. Aku dan dirimu adalah manusia dalam keterasingan. Hanyut dan tenggelam dalam riuh, ingar bingar kota. Sementara di pundakmu adalah beban, juga mimpi dan harapan. Maka yang ada hanyalah kita yang saling menguatkan. Aku dan dirimu adalah sepatah kata yang kau sebut rindu. Adalah setetes air mata yang kau sebut pilu. Adalah hasil ukiran yang kau sebut kenangan. Maka ku simpan setiap adegan tentangmu dalam sebuah bingkai di atas mejaku. Kita saling menuliskan impian, sementara tangan kita saling menggenggam.  Kita saling mengukir kenangan, sementara tangan kita merajut sebuah perpisahan. Kulihat sendu terkumpul di raut wajahmu. “Waktu begitu terburu-buru”, katamu. Sementara masih ada rindu yang saling kita sembunyikan. Bingkai tentangmu. Biarlah usang. Biarlah menua senada masa. Biarlah lapuk bersama keroposnya kayu mejaku. Lebur bersama tanah lantaiku. M...

Penopang Perekonomian di Kala Pandemi

Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 memberikan dampak yang luar biasa terhadap perekonomian dunia. Hampir seluruh negara mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi, tak terkecuali Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia tahun 2020 menunjukkan terjadinya kontraksi sebesar 2,07 persen.  Hampir seluruh kategori lapangan usaha mengalami kontraksi. Sektor yang terdampak paling parah adalah sektor lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan, dengan angka pertumbuhannya terkontraksi sebesar 15,04 persen. Hal ini sejalan dengan adanya pembatasan seluruh moda transportasi dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun 2020. Namun, hal ini tidak berlaku pada kategori Informasi dan Komunikasi, sektor lapangan usaha ini justru tumbuh sebesar 10,58 persen selama tahun 2020. Tingginya laju pertumbuhan pada sektor lapangan usaha Informasi dan Komunikasi menjadikannya sebagai salah s...

Marti #1

Suatu pagi di Jakarta, Marti—seorang anak perempuan usia belasan tahun, berjalan sedirian menyusuri trotoar. Ia melihat-lihat sekitar, mengamati dengan seksama setiap bangunan yang ia lalui. Lalu berhenti sejenak pada sebuah kursi taman. Perlahan ia membuka tas dan menemukan di dalamnya ada sebungkus roti yang telah disiapkan oleh ibunya untuk bekal. Tanpa pikir panjang, ia langsung melahap rotinya. Kemudian membuka botol minum, lalu meneguknya perlahan.  Ia melihat ke seberang jalan, nenek-nenek dengan beberapa barang di keranjangnya, terlihat sedang menunggu sesuatu. Lalu di sebelah nenek tersebut, wanita paruh baya, yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya, sambil beberapa kali menelepon seseorang. Ia tak memedulikan nenek di sebelahnya. Bahkan mungkin tak sempat menyapa si nenek.  Tak lama kemudian, datanglah mikrolet yang hanya terisi dua penumpang. Dan benar saja, si nenek menghentikan mikrolet dengan mengacungkan tangannya. Pak sopir turun dari mikrolet, mencoba memba...

Mari Kita Mulai

Bagaimana bisa, seseorang yang sangat amat tertutup mulai menuangkan isi kepalanya. Terlebih lagi, hal itu dituangkan dalam sebuah tulisan. Bahkan, sekadar menuliskan  caption  ataupun status di media sosialnya saja sangat jarang. Hal itu tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang tersebut. Pun akan membutuhkan usaha yang ekstra untuk bisa menumbuhkan rasa percaya diri. Parahnya, seseorang itu adalah aku.  Awalnya, keinginan untuk menulis ini datang ketika diriku tengah berdiskusi bersama seorang sahabat. Ia adalah seorang penulis. Gemar dan piawai memilih diksi dalam tulisan-tulisannya. Waktu itu aku berkata, "aku merindukan diriku yang dulu". Dulunya, diriku adalah seseorang yang memiliki semangat dan antusias dalam banyak hal. Totalitas dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab. Lalu suatu ketika, datanglah musibah, yang waktu itu membuatku terpukul, hilang semangat, juga hilang minat. Apapun yang dulu bagiku terlihat indah, semuanya terasa hambar, tak ada...

Matahari Tenggelam, Saatnya Pulang

Gambar
  Pulau Pari, September 2016 Masih di Pulau Pari, September 2016 Universitas Indonesia (Depok), September 2016 Bookfair, 2017 ? Otista, Juli 2019 Otista, Juli 2019 Masih di Otista Melihat pertemanan yang sangat tulus di antara kalian. Sidangmu rame banget sih. Banyak fansnya ya. Dari dulu udah susah makan. Suka kumarahin kalo males makan. Maaf, kukira kamu yang males makan, Ma. Ternyata emang perutmu selalu mual dan ngga enak buat makan selama ini. PST, 2020 Mesuji, 28 November 2020 1 Desember 2020 Matahari telah benar-benar tenggelam. Mau tidak mau, kita harus bergegas. Seperti halnya syair Eyang Sapardi yang sering kuputar saat kita magang dulu. Kamu sampai bosan dengernya kan, Ma.  "Pasti datangkah semua yang kutunggu. Detik detik berjajar pada mistar yang panjang. Barangkali tanpa salam terlebih dahulu.  Januari mengeras di tembok itu juga. Lalu Desember, musim pun masak sebelum menyala cakrawala. Tiba tiba kita bergegas pada jemputan itu."  (Oleh : Sapardi Djoko...