Pluviophile
Sore hari di teras rumah. Kupandangi langit sembari melihat-lihat sekitar. Mendung, langit gelap tertutup awan. Jalanan sepi tak ada orang lalu lalang. Berharap ada seseorang yang dapat diajak berbincang, tetapi nyatanya hanya ada aku seorang. Baiklah, nampaknya hari ini semua orang sedang ada urusan.
Kulihat gerimis turun perlahan. Menyirami mawar yang baru kemarin kutanam. Mawar yang dibelikan oleh ayahku ketika kemarin jalan-jalan. Seketika kualihkan pandangan, melihat ke seberang jalan. Gerimis nampaknya belum membasahi seluruh jalan.
Entah mengapa, aku ingin hujan turun lebih banyak lagi, lebih deras dari ini. Menyirami semua tanaman di pekarangan, yang hampir-hampir kekeringan. Membasahi seluruh jalan, menyegarkan udara sekitar yang telah penuh akan debu seharian.
Tiba-tiba saja aku berada di bawah derasnya hujan. Berlarian dengan bebas tanpa alas kaki, tanpa takut kedinginan. Kubiarkan airnya menembus seluruh pakaianku. Dingin air mulai menyentuh seluruh permukaan kulitku. Kubiarkan air membasahi seluruh kepalaku. Mengalir menyisir sela-sela helai rambutku. Lalu mengalir menuju pelipis, membasuh kering kelopak mataku. Lalu kutengadahkan tanganku di bawah hujan. Kutumpahkan airnya ke seluruh wajahku—Ah, bahagianya.
Tiba-tiba suara gemuruh terdengar. Kilatan petir terlihat memecah mendungnya awan. Seketika itu juga aku tersadar dari lamunan. Kembali kupandangi langit. Ah, masih saja gerimis. Nyatanya hujan lebat tak kunjung datang. Aku kembali tersadar. Menikmati kesendirian, tanpa hujan yang kuinginkan.
Nice
BalasHapus