Bagian Retak Itu
Dapatkah sesuatu yang telah retak disatukan kembali? Akankah merapat kembali seperti semula? Bagaimana jika yang retak itu adalah kaca, ia telah remuk kupecahkan. Bisakah? Kutanyakan bekali-kali pada dinding itu. Tiba-tiba redam oleh suara hujan, lalu kembali tak peduli. Baiklah, aku memang harus mencari cara seorang diri.
Kucoba merekatkannya menggunakan peralatan seadanya. Satu persatu serpihannya kuambil, lalu kutempelkan. Tanpa sadar tanganku tergores oleh beberapa serpihannya. Darah menetes sedikit dari jari kananku. Aneh, aku tak merasakan sakit sama sekali. Lalu kulanjutkan menyambungkan serpihannya satu persatu. Aku semakin terbiasa, sedikit lagi seluruh pecahannya selesai kurekatkan.
Entah mengapa perasaan ini tiba-tiba muncul. Perasaan bersalah telah memecahkan kaca ini telah berubah menjadi semangat yang menggelora untuk kembali menyatukan pecahan-pecahan itu. Sesalku telah mencapai muaranya. Aku merasa bertanggung jawab untuk merekatkannya kembali, menjadikannya utuh. Aku harus bisa, pikirku.
Tanpa sadar, seluruh serpihan telah berhasil kusambungkan kembali. Namun, kaca itu tak lagi bening, ia memerah akibat tetesan darah dari jemariku. Retakannya nampak jelas ada di mana-mana.
Kupandangi sekali lagi kaca itu, buruk sekali. Dikatakannya semilir angin padaku, bahwa aku tak akan pernah mendapati kaca itu seperti sediakala. Bagian retak itu akan selalu mengingatkanmu bahwa kau pernah memecahkannya. Maka berjanjilah untuk tak melakukan hal serupa. Lihatlah di ujung sana, bukankah masih ada beberapa kaca yang masih bisa kau jaga utuhnya, bisik angin kepadaku.
Komentar
Posting Komentar