Salah Arah #3 (Selesai)
Sepanjang perjalanan, ada beberapa percabangan yang harus kami ambil. Kami berjalan seperti biasa, berhenti sejenak, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Berjalan melewati jalur yang cukup landai, dengan dedaunan yang cukup tebal menutup jalan. Melewati jalur yang jauh lebih sepi dibanding perjalanan menuju Pos Kandang Badak sebelumnya. Mungkin, para pendaki hanya mendaki sampai Pos Kandang Badak saja, pikir kami.
Kami berjalan cukup lama, sementara hari sudah semakin sore. Langit mulai gelap. Kami harus mempercepat langkah. Kami takut kemalaman di jalan. Target kami adalah, kami harus sudah sampai di Surya Kencana, istirahat dan mendirikan tenda di sana, sebelum matahari tenggelam.
Di tengah perjalanan, kami baru menyadari, ada yang aneh dalam perjalanan. Seharusnya, dengan waktu tersebut, kami sudah harus sampai di puncak. Akan tetapi, dengan waktu selama itu, kami belum juga sampai. Justru jalur pendakian sudah mulai tidak jelas, tertutup dedaunan dan ranting-ranting kering di sepanjang jalannya. Yang lebih mengherankan lagi adalah, kami tak bertemu satu pendaki pun di sepanjang perjalanan.
Tiba-tiba, kami mencium bau belerang. Semakin menyengat saat kami mulai melanjutkan langkah ke depan. Ada yang tidak beres, pikir kami. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, melihat sekitar, barang kali di sekitar situ ada jalan. Namun, kami tak menemukan apapun. Bahkan, tak ada tanda-tanda adanya pendaki yang melewati jalan ini.
Jalur pendakian semakin tidak jelas. Kami memutuskan untuk terus berjalan sambil meninggalkan jejak berupa rafia yang kami ikat di ranting pepohonan, agar nantinya jika kebingungan di depan sana, kami masih bisa kembali ke jalan sebelumnya dengan melihat tanda rafia yang kami tinggalkan.
Panik tidak menemukan apapun, kami berteriak barangkali ada seseorang, "Oii, apa ada orang?". Sesaat kemudian, ada seseorang yang menyahut, seorang laki-laki, "Oii, kami, di puncak!". Kemudian salah satu dari kami bertanya, "Mana jalan ke puncak, Bang?". Kemudian mereka menyahut, "Bukan jalan, dekat kawah, balik aja, jalan buntu!". Ternyata benar saja, kami tersesat, jalan buntu. Setelah kami lihat sekitar. Benar saja, kami telah berada di bibir kawah. Entah bagaimana caranya kami bisa sampai di sana.
Memang, orang yang tersesat hanya akan tahu kalau dirinya tersesat saat sudah menemukan jalan buntu. Saat sudah tak ada lagi ada jalan di depan, maka itulah waktunya ia harus berbalik arah.
Kami terduduk lemas. Tidak mungkin lagi kami kembali ke jalur dan melanjutkan perjalanan sampai Surya Kencana. Fisik sudah lemah, harus istirahat. Ditambah lagi, hari sudah semakin gelap. Pupus sudah harapan kami untuk menapaki Surya Kencana.
Akhirnya, kami memutuskan untuk berbalik arah. Kembali mencari jalur pendakian yang benar. Kembali menyusuri jejak-jejak tali rafia yang kami tinggalkan, sambil memungut kembali tali rafia tersebut.
Di tengah perjalanan, kami menemukan ada persimpangan yang tertutup pohon tumbang. Seharusnya kami mengambil jalan belok ke kanan, tetapi kami justru mengambil jalan lurus ke depan. Baiklah, tak ada yang bisa disalahkan. Bukan kesalahan kami, pohon yang menutup jalan tadi memang membuat tak terlihat adanya jalur pendakian. Akhirnya, kami terus melanjutkan perjalanan hingga Pos Kandang Badak.
Belum sempat tiba di Pos Kandang Badak, hari sudah terlanjur gelap. Kami mengeluarkan senter-senter kami, berjalan pelan-pelan. Setelah sekitar setengah jam perjalanan, kami tiba di Pos Kandang Badak. Hujan turun, sedangkan kami belum mendirikan tenda. Akhirnya, kami mendirikan tenda di bawah guyuran hujan. Tidak lupa juga kami membuat parit di sekeliling tenda.
Selesai mendirikan tenda, kami bersih-bersih, mengganti baju kami yang basah kuyup, kemudian menyiapkan makan malam. Pendakian kami hanya berhasil sampai di Pos Kandang Badak saja. Besoknya, kami sudah harus bergegas turun dari gunung, kembali lagi ke Jakarta, kembali melakukan rutinitas seperti biasanya.
Surya Kencana, biarlah. Kelak, kami akan bisa mengunjunginya, semoga.
Komentar
Posting Komentar