Sajak Bulan Juni

Akan ada bulan-bulan lain yang lebih indah dibandingkan Bulan Juni. Tetapi buatku, Juni akan selalu kukenang. Juni beserta hujan yang turun di dalamnya, akan selalu menjadi favorit. 

Hujannya Bulan Juni bukan hanya kepunyaan Eyang Sapardi. Tetapi milik kita semua. Milik siapapun yang sedang menikmatinya. Bagiku, hujan Bulan Juni memang selalu indah. Bukankah matahari yang terik bersinar setelah derasnya hujan. Bukankah tanaman akan tumbuh lebih subur karena guyuran hujan yang terus menyiraminya? 

Aku percaya, bahwa hujan ini, akan menumbuhkan tanaman-tanaman yang layu. Bahkan memunculkan bunga-bunga yang indah. Menyirami tanah-tanah yang gersang. Akan ada banyak keindahan setelah hujan. Bahkan indah pelangi takkan muncul tanpa adanya hujan.

Pun hujan Bulan Juni ini akan terus menjadi sesuatu yang indah. Sesuatu yang mengajarkan kita tentang arti merelakan. Seperti hujan turun Memang sudah selayaknya, memang sudah sepantasnya, kita harus semakin pandai untuk merelakan.

Apa bagian tersulit dari sebuah kehidupan? Menerima ketetapan. Menyerah pada kenyataan. Berpasrah pada hasil. Tak lagi menengok ke belakang. Tetapi memandang terus ke depan. Melangkah maju. Mungkin boleh sesekali menengok ke belakang. Tetapi jangan pernah melangkahkan kaki mundur ke belakang. 

Kepada Bulan Juni aku sampaikan, rinduku yang tak pernah sampai. Akan kukubur dalam-dalam. Menjadi sebuah kenangan. Berharap tumbuh menjadi bunga yang baru. Yang harumnya semerbak. Menjadikan Bulan Juniku tak lagi kelabu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Kita Mulai

Kelopak Bunga Terakhir

Salah Arah #1