Tertunduk

Pagi ini tubuhku terasa lemas. Hoam. Mulutku menganga sembari cepat-cepat menutup mulut dengan tanganku. Malas melakukan apapun. Toh ini hari libur. Saatnya bersantai. Gumamku dalam hati. 

Lalu aku pergi ke dapur, mencari-cari sesuatu untuk mengganjal perut. Lalu kutemukan satu buah alpukat yang sudah masak. Lantas kupotong-potong, kutaruh di piring kecil, kubawa ke teras rumah sambil duduk-duduk di depan. Tidak lupa aku mengambil air hangat dari dispenser. 

Hari ini sungguh merepotkan. Pak Bos memintaku untuk mengirimkan hasil pekerjaannya hari ini. Aku kesal sekali. Bahkan ketika hari libur pun masih saja ada gangguan. Sejenak aku ingin melupakan semua deadline tugas-tugas dari kantor. Bahkan ponselku sengaja kumatikan agar tak ada yang menelepon dan menggangguku. Tugas dari Bos, biarlah, aku tak peduli lagi. Selama seminggu ini aku sudah bekerja habis-habisan. Pokoknya aku tak mau ada yang menggangguku hari ini!.

Kulihat di seberang jalan, seorang kakek memikul kotak kayu berisi susu kedelai. Terlihat ia kesusahan memikul kotak itu. Berhubung aku suka susu kedelai, kuhampiri kakek itu sebelum berlalu dari depan rumahku. Kuambil dua bungkus, dan ternyata harganya hanya dua ribu rupiah. Kuambil dari saku bajuku, uang lima ribu. Lalu kuserahkan pada si kakek, "Kek, tidak perlu kembalian ya". Si kakek menggeleng, "Tidak, Dek. Sebentar saya carikan kembalian." Lalu ia menyerahkan padaku uang seribu sambil tersenyum. Betapa mulianya kakek ini, seribu pun ia tak mau menerima kalau bukan haknya. "Kakek berjualan  setiap hari? Kok saya ngga pernah lihat kakek?", tanyaku. "Iya Nak, setiap hari. Kalau sehari saja tidak berjualan, saya bingung di rumah nanti mau makan apa. Kebetulan saya sedang lewat jalan ini saja Dek. Biasanya tidak pernah", jawabnya. Kemudian si kakek berkemas singkat, lalu ia melanjutkan jualannya. 

Aku tertunduk malu. Betapa tidak. Hasil kakek itu berjualan mungkin tak seberapa. Dibandingkan gajiku sebulan yang mencapai puluhan juta. Sedangkan aku, hanya dapat tugas di hari libur saja sudah kesal dan marah-marah. Sedangkan kakek itu, bekerja setiap hari, dan tetap tersenyum. Aku sungguh tertunduk malu. Bahkan aku juga malu, pada angin berhembus pagi ini, pada matahari tetap berada pada jalurnya. Mereka semua tertunduk patuh dengan Sang Pencipta. Melakukan tugasnya. Sedangkan aku, bahkan lari dari tanggung jawab. 

Dengan segera aku mengambil laptopku, bergegas mengejakan tugas-tugasku. Ternyata hanya setengah hari, semuanya sudah selesai kukerjakan. Ternyata semuanya akan terasa ringan kalau diiringi dengan ikhlas dan diniatkan beribadah kepada-Nya.


*Cerita ini hanyalah fiktif belaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Kita Mulai

Kelopak Bunga Terakhir

Salah Arah #1