Si Kecil Nara
Suatu pagi, Nara bosan. Biasanya pagi hari ia harus membantu ayah ibunya membereskan rumah. Ia kabur, dengan mengenakan baju merahnya, menuju pantai, tanpa sepengetahuan ayah ibunya. Lebih baik tak memberitahukan mereka, pikirnya.
Sampai di pantai, ternyata banyak teman-teman seumurannya yang sudah berada di sana. Ia langsung berlari ke arah mereka. Ikut bermain kejar-kejaran, lempar tangkap bola, dan membuat rumah-rumahan dari pasir. Ah, menyenangkan sekali. Selama ini aku tak pernah diizinkan main pagi-pagi, gumam Nara dalam hati.
Hari sudah semakin siang, matahari semakin terik. Teman-temannya satu persatu pulang ke rumahnya. Nara masih ingin di sana. Jarang-jarang ia bisa main dengan waktu se-lama ini. Biasanya, ia hanya pergi ke pantai sekitar satu atau dua jam dengan ditemani ayah atau ibunya saja. Itu pun sore hari, tak banyak anak-anak bermain di sana Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap di pantai itu. Ia duduk di bawah pohon kelapa, tempat yang cukup teduh untuk beristirahat, sambil menunggu barangkali akan ada seorang anak yang datang dan mengajaknya bermain.
Lama menunggu, tak seorangpun yang datang. Akhirnya Nara memutuskan untuk pulang. Saat ia bangkit dari tempat duduknya, terlihat dari kejauhan, seorang bocah laki-laki yang nampak seumuran dengannya. Bocah itu berlari-lari sendirian. Lalu dihampirinya bocah itu. Tiba-tiba bocah laki-laki itu menyodorkan mainan pada Nara. Sebuah kapal kayu kecil. "Untukku?", tanya Nara. "Tentu, ambillah, ini untukmu", jawab bocah itu. Betapa senangnya Nara. Ia tersenyum, berterima kasih pada bocah itu, lalu mengajak si bocah bermain kapal-kapalan pemberiannya.
Asyik bermain di bibir pantai, tiba-tiba terdengar. "Nara, Nara, bangun Nak!". Nara terbangun, dengan berat membuka matanya, ternyata itu adalah suara ayahnya. "Tumben Nak, belum bangun, biasanya sudah bangun jam segini", ujar ayahnya. Nara kebingungan, lalu tersadar, ternyata semua itu tadi hanyalah mimpi. Ah kesal sekali, ujarnya dalam hati.
Komentar
Posting Komentar